LEBAK– Polisi berhasil mengungkap pelaku pembakaran gerbong kereta api KRD Rangkasbitung di Stasiun Rangkasbitung, Senin (11/10) dini hari.
Pengungkapan diperoleh dari pemeriksaan intensif terhadap 19 saksi dan penelitian yang dilakukan Tim Laboratorium Forensik (Labfor) Mabes Polri. Kapolda Banten Brigjen Polisi Agus Kusnadi menjelaskan, terungkapnya pelaku setelah polisi menemukan saksi kunci berinisial EK yang kini sudah diamankan di Polres Lebak, Banten. Dari pendalaman terhadap EK, ada dua orang lain yang diduga pelaku pembakaran,yakni EO dan TP. Sejauh ini belum diketahui motif pembakaran. Kapolda hanya memastikan bahwa EO adalah pencopet, EK residivis pencurian sepeda motor yang sehari-hari berprofesi sebagai tukang ojek, sedangkan TP yang diduga sebagai otak kejahatan status dan pekerjaannya belum diketahui.
”EO dan TP masih dalam pengejaran,”ujar Agus tadi malam di Polres Lebak. Dari hasil penyelidikan Tim Labfor Polri diketahui ada tiga titik api yang diduga dibakar dengan bensin. Gerbong tersebut berada di Spoor III 4 K3,Spoor IV 5 K3, dan Spoor V 6 K3. Sedangkan kebakaran di Spoor VI 5 K3 tidak teridentifikasi karena seluruh gerbong habis terbakar. Sebelumnya,tim gabungan dari Mabes Polri, Polda Banten, dan Polres Lebak terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap kasus terbakarnya gerbong KA Rangkasbitung.
Dari hasil pemeriksaan dan penyelidikan yang dilakukan maraton, mereka sudah menemukan sedikit titik terang penyebab kebakaran gerbong kereta ekonomi tersebut. ‘’Kami telah bekerja secara maksimal dan telah menemukan titik terang,penyelidikan yang kami lakukan saat ini telah mencapai 75%,” ungkap Kapolres Lebak AKBP Widoni Fedri di Serang kemarin. Apakah titik terang dimaksud adalah kereta api terbakar karena unsur kesengajaan atau faktor lain, Widoni tidak bersedia mengungkapkan. Secara diplomatis dia menandaskan bahwa tim akan terus bekerja keras untuk melaksanakan instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta kasus kebakaran bisa diungkap 2x24 jam terhitung mulai kemarin.
“Kami masih terus mengembangkan dan belum bisa menerangkan penyebab kebakaran, bahkan untuk menetapkan tersangka,”katanya. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Mabes Polri Brigjen Pol I Ketut Untung YogaAna membenarkan bahwa pemeriksaan saksi belum memberi petunjuk jelas mengenai dugaan kemungkinan ada aksi sabotase.Dugaan tersebut butuh pembuktian, termasuk menunggu hasil penyelidikan yang dilakukan Labfor Polri dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). ”Nanti kita tunggu saja, apakah dugaan itu didukung faktafakta yang signifikan,’’ ujarnya.
Dari hasil pemeriksaan sementara dipastikan bahwa total gerbong KRD Rangkasbitung yang terbakar berjumlah 24 gerbong. Rinciannya, 18 gerbong mengalami rusak berat dan 6 gerbong lainnya mengalami rusak ringan di antaranya Spoor III 4 K3,Spoor IV 5 K3,Spoor V 6 K3,dan Spoor VI 5 K3. Berdasarkan hasil penelitian secara fisika, sumber api, berasal dari spoor tiga, pada gerbong kereta nomor empat. Sejauh ini penyidik belum menemukan fakta dalam kasus tersebut termasuk saksi lain yang mengetahui peristiwa itu. ”Belum ada temuan Puslabfor mengenai bahan kimia. Ini akan diperjelas oleh Pusbalbfor dengan temuan scientific,”katanya.
Sementara PT KA tetap meyakini ada unsur kesengajaan.”Iya, kami menduga seperti itu. Masa api mencari celah.Kalau hanya satu jalur dan api merembet itu biasa, tapi ini di jalur tiga, lima, dan enam, coba bayangkan,” kata Kepala Humas PT KA Pusat Sugeng Priyono di Jakarta kemarin. Apalagi, lanjutnya, jarak antara gerbong dan yang lainnya cukup jauh sehingga tidak mungkin kebakaran terjadi dalam waktu singkat. Indikasi lainnya yang memperkuat ada dugaan kesengajaan adalah kereta tersebut tidak memiliki generator. ”Kalau korsleting, korsleting dari mana sebab generator kan habis dicuci,”katanya. Meski ada indikasi kesengajaan, PT KA belum berani menduga motif di balik tindakan sabotase tersebut.
Untuk itu,mantan Kahumas Daop I Jabotabek ini meminta penyidik memecahkan persoalan dan mengungkap para pelakunya. ”Kemarin forensik ke lapangan dan melakukan investigasi, meneliti, dan mencari tahu penyebabnya termasuk pelakunya siapa.Kalau sudah diketahui pelakunya, akan diketahui apa motivasinya,” ungkapnya.
Kedepankan Persuasif
Sementara itu, Prosedur Tetap (Protap) Kapolri untuk melakukan tindakan tegas terhadap pelaku anarkisme dinilai tidak akan menyelesaikan masalah. Kepolisian disarankan mengedepankan cara-cara persuasif dibarengi dengan peningkatan kemampuan intelijen untuk mencegah aksi kekerasan. Anggota Komisi III DPR Taslim menandaskan, penanganan aksi kekerasan tidak harus dengan represif, masih ada berbagai cara yang lebih tepat salah satunya pendekatan sosiologis dengan mendekati kelompok-kelompok masyarakat. ’’Dengan begitu, kepolisian dapat mendeteksi secara dini potensi kekerasan,’’ katanya.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Novel Ali juga mengingatkan bahwa Protap Kapolri akan kontraproduktif jika hanya untuk mengembalikan kewibawaan institusi polisi. Dia khawatir protap akan menjadi bekal anggota kepolisian untuk bertindak arogan dan sewenangwenang.’’ Saat ini yang diperlukan Polri untuk mengembalikan citranya adalah dengan bertindak tanpa mengedepankan kekerasan atau polisi sipil (civil police),bukan dengan cara kekerasan,’’ katanya. Sebelumnya Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri menginstruksikan seluruh jajarannya untuk memberlakukan protap penindakan terhadap pelaku anarkisme.
Protap diterapkan karena ada beberapa masukan bahwa selama ini petugas dalam menangani sejumlah kasus terlihat gamang mengambil keputusan. Menurut Novel Ali,dengan bertindak sebagai polisi sipil yang mempunyai citra lembut tetapi tegas, polisi harus dapat menghindari cara-cara kekerasan dalam menyelesaikan suatu masalah di masyarakat.Novel Ali juga mengingatkan bahwa banyaknya aksi anarkistis menunjukkan kinerja intelijen polisi lemah.Namun, dia menegaskan,selaku anggota Kompolnas dirinya tetap menyambut baik protap karena merupakan langkah pencegahan untuk mengeliminasi aksi massa yang cenderung berujung pada perusakan.
Selain itu, dengan penerbitan Protap Kapolri tersebut, polisi mempunyai pedoman tetap dalam pengendalian suatu tindakan anarkistis yang terjadi.‘’Di negara mana pun polisi mempunyai hak melakukan tindakan tembak di tempat jika menghadapi situasi yang membahayakan, tetapi tetap dengan syarat tertentu,’’ ungkapnya. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Ahmad Basarah menilai kepolisian dapat melakukan langkah represif sepanjang sesuai perundang-undangan.Sikap tegas kepolisian saat ini diperlukan karena belakangan ini kekerasan mengalami eskalasi. Dalam Protap No 1/X/2010 tentang Penanggulangan Tindakan Anarki yang dikeluarkan 8 Oktober 2010 itu diatur bagaimana cara bertindak terhadap sasaran yang merupakan gangguan nyata.
Pada poin d halaman 12 diatur, apabila pelaku tidak mengindahkan tembakan peringatan, dilakukan tembakan terarah kepada sasaran yang tidak mematikan. Namun,sebelum hal itu dilakukan petugas terlebih dahulu melakukan peringatan secara lisan dan melakukan kendali tangan kosong, kemudian senjata tumpul,dan senjata kimia seperti gas air mata atau alat lain sesuai standar Polri. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjend I Ketut Untung Yoga Ana menolak protap tersebut sebagai protap tembak di tempat. Dia mengakui protap mengatur tentang tindakan tegas yang bisa diambil polisi terhadap pelaku anarkisme. Namun, penggunaan tindakan tegas berupa tembakan itu pun harus melalui prosedur dan syarat-syarat tertentu.
“Misalnya jika pelaku membahayakan nyawa orang lain atau petugas, jika tindakan pelaku dikhawatirkan mengakibatkan kejadian yang lebih besar,”ujar Yoga. Ia menambahkan,penggunaan tindakan tembakan itu pun harus melalui prosedur yang benar seperti harus diawali dengan imbauan dan tembakan peringatan. Kalau cara tersebut tidak berhasil, penembakan dilakukan. ‘’Tembakan itu pun harus diarahkan pada bagian yang tidak mematikan. Kalau istilahnya, dilumpuhkan,” ucapnya kepada wartawan.
Dia lantas menuturkan,penyusunan protap ini sebelumnya melalui proses hearing dengan sejumlah lembaga seperti Kontras,Komnas HAM, dan Kompolnas. Dia juga menjamin protap tidak akan bertentangan dengan HAM karena merujuk pada sejumlah aturan universal tentang penanganan tindakan anarkistis dan HAM salah satunya Resolusi PBB. (teguh mahardika/adam prawira/sucipto)(SINDO)
Pengungkapan diperoleh dari pemeriksaan intensif terhadap 19 saksi dan penelitian yang dilakukan Tim Laboratorium Forensik (Labfor) Mabes Polri. Kapolda Banten Brigjen Polisi Agus Kusnadi menjelaskan, terungkapnya pelaku setelah polisi menemukan saksi kunci berinisial EK yang kini sudah diamankan di Polres Lebak, Banten. Dari pendalaman terhadap EK, ada dua orang lain yang diduga pelaku pembakaran,yakni EO dan TP. Sejauh ini belum diketahui motif pembakaran. Kapolda hanya memastikan bahwa EO adalah pencopet, EK residivis pencurian sepeda motor yang sehari-hari berprofesi sebagai tukang ojek, sedangkan TP yang diduga sebagai otak kejahatan status dan pekerjaannya belum diketahui.
”EO dan TP masih dalam pengejaran,”ujar Agus tadi malam di Polres Lebak. Dari hasil penyelidikan Tim Labfor Polri diketahui ada tiga titik api yang diduga dibakar dengan bensin. Gerbong tersebut berada di Spoor III 4 K3,Spoor IV 5 K3, dan Spoor V 6 K3. Sedangkan kebakaran di Spoor VI 5 K3 tidak teridentifikasi karena seluruh gerbong habis terbakar. Sebelumnya,tim gabungan dari Mabes Polri, Polda Banten, dan Polres Lebak terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap kasus terbakarnya gerbong KA Rangkasbitung.
Dari hasil pemeriksaan dan penyelidikan yang dilakukan maraton, mereka sudah menemukan sedikit titik terang penyebab kebakaran gerbong kereta ekonomi tersebut. ‘’Kami telah bekerja secara maksimal dan telah menemukan titik terang,penyelidikan yang kami lakukan saat ini telah mencapai 75%,” ungkap Kapolres Lebak AKBP Widoni Fedri di Serang kemarin. Apakah titik terang dimaksud adalah kereta api terbakar karena unsur kesengajaan atau faktor lain, Widoni tidak bersedia mengungkapkan. Secara diplomatis dia menandaskan bahwa tim akan terus bekerja keras untuk melaksanakan instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang meminta kasus kebakaran bisa diungkap 2x24 jam terhitung mulai kemarin.
“Kami masih terus mengembangkan dan belum bisa menerangkan penyebab kebakaran, bahkan untuk menetapkan tersangka,”katanya. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Mabes Polri Brigjen Pol I Ketut Untung YogaAna membenarkan bahwa pemeriksaan saksi belum memberi petunjuk jelas mengenai dugaan kemungkinan ada aksi sabotase.Dugaan tersebut butuh pembuktian, termasuk menunggu hasil penyelidikan yang dilakukan Labfor Polri dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). ”Nanti kita tunggu saja, apakah dugaan itu didukung faktafakta yang signifikan,’’ ujarnya.
Dari hasil pemeriksaan sementara dipastikan bahwa total gerbong KRD Rangkasbitung yang terbakar berjumlah 24 gerbong. Rinciannya, 18 gerbong mengalami rusak berat dan 6 gerbong lainnya mengalami rusak ringan di antaranya Spoor III 4 K3,Spoor IV 5 K3,Spoor V 6 K3,dan Spoor VI 5 K3. Berdasarkan hasil penelitian secara fisika, sumber api, berasal dari spoor tiga, pada gerbong kereta nomor empat. Sejauh ini penyidik belum menemukan fakta dalam kasus tersebut termasuk saksi lain yang mengetahui peristiwa itu. ”Belum ada temuan Puslabfor mengenai bahan kimia. Ini akan diperjelas oleh Pusbalbfor dengan temuan scientific,”katanya.
Sementara PT KA tetap meyakini ada unsur kesengajaan.”Iya, kami menduga seperti itu. Masa api mencari celah.Kalau hanya satu jalur dan api merembet itu biasa, tapi ini di jalur tiga, lima, dan enam, coba bayangkan,” kata Kepala Humas PT KA Pusat Sugeng Priyono di Jakarta kemarin. Apalagi, lanjutnya, jarak antara gerbong dan yang lainnya cukup jauh sehingga tidak mungkin kebakaran terjadi dalam waktu singkat. Indikasi lainnya yang memperkuat ada dugaan kesengajaan adalah kereta tersebut tidak memiliki generator. ”Kalau korsleting, korsleting dari mana sebab generator kan habis dicuci,”katanya. Meski ada indikasi kesengajaan, PT KA belum berani menduga motif di balik tindakan sabotase tersebut.
Untuk itu,mantan Kahumas Daop I Jabotabek ini meminta penyidik memecahkan persoalan dan mengungkap para pelakunya. ”Kemarin forensik ke lapangan dan melakukan investigasi, meneliti, dan mencari tahu penyebabnya termasuk pelakunya siapa.Kalau sudah diketahui pelakunya, akan diketahui apa motivasinya,” ungkapnya.
Kedepankan Persuasif
Sementara itu, Prosedur Tetap (Protap) Kapolri untuk melakukan tindakan tegas terhadap pelaku anarkisme dinilai tidak akan menyelesaikan masalah. Kepolisian disarankan mengedepankan cara-cara persuasif dibarengi dengan peningkatan kemampuan intelijen untuk mencegah aksi kekerasan. Anggota Komisi III DPR Taslim menandaskan, penanganan aksi kekerasan tidak harus dengan represif, masih ada berbagai cara yang lebih tepat salah satunya pendekatan sosiologis dengan mendekati kelompok-kelompok masyarakat. ’’Dengan begitu, kepolisian dapat mendeteksi secara dini potensi kekerasan,’’ katanya.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Novel Ali juga mengingatkan bahwa Protap Kapolri akan kontraproduktif jika hanya untuk mengembalikan kewibawaan institusi polisi. Dia khawatir protap akan menjadi bekal anggota kepolisian untuk bertindak arogan dan sewenangwenang.’’ Saat ini yang diperlukan Polri untuk mengembalikan citranya adalah dengan bertindak tanpa mengedepankan kekerasan atau polisi sipil (civil police),bukan dengan cara kekerasan,’’ katanya. Sebelumnya Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri menginstruksikan seluruh jajarannya untuk memberlakukan protap penindakan terhadap pelaku anarkisme.
Protap diterapkan karena ada beberapa masukan bahwa selama ini petugas dalam menangani sejumlah kasus terlihat gamang mengambil keputusan. Menurut Novel Ali,dengan bertindak sebagai polisi sipil yang mempunyai citra lembut tetapi tegas, polisi harus dapat menghindari cara-cara kekerasan dalam menyelesaikan suatu masalah di masyarakat.Novel Ali juga mengingatkan bahwa banyaknya aksi anarkistis menunjukkan kinerja intelijen polisi lemah.Namun, dia menegaskan,selaku anggota Kompolnas dirinya tetap menyambut baik protap karena merupakan langkah pencegahan untuk mengeliminasi aksi massa yang cenderung berujung pada perusakan.
Selain itu, dengan penerbitan Protap Kapolri tersebut, polisi mempunyai pedoman tetap dalam pengendalian suatu tindakan anarkistis yang terjadi.‘’Di negara mana pun polisi mempunyai hak melakukan tindakan tembak di tempat jika menghadapi situasi yang membahayakan, tetapi tetap dengan syarat tertentu,’’ ungkapnya. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Ahmad Basarah menilai kepolisian dapat melakukan langkah represif sepanjang sesuai perundang-undangan.Sikap tegas kepolisian saat ini diperlukan karena belakangan ini kekerasan mengalami eskalasi. Dalam Protap No 1/X/2010 tentang Penanggulangan Tindakan Anarki yang dikeluarkan 8 Oktober 2010 itu diatur bagaimana cara bertindak terhadap sasaran yang merupakan gangguan nyata.
Pada poin d halaman 12 diatur, apabila pelaku tidak mengindahkan tembakan peringatan, dilakukan tembakan terarah kepada sasaran yang tidak mematikan. Namun,sebelum hal itu dilakukan petugas terlebih dahulu melakukan peringatan secara lisan dan melakukan kendali tangan kosong, kemudian senjata tumpul,dan senjata kimia seperti gas air mata atau alat lain sesuai standar Polri. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjend I Ketut Untung Yoga Ana menolak protap tersebut sebagai protap tembak di tempat. Dia mengakui protap mengatur tentang tindakan tegas yang bisa diambil polisi terhadap pelaku anarkisme. Namun, penggunaan tindakan tegas berupa tembakan itu pun harus melalui prosedur dan syarat-syarat tertentu.
“Misalnya jika pelaku membahayakan nyawa orang lain atau petugas, jika tindakan pelaku dikhawatirkan mengakibatkan kejadian yang lebih besar,”ujar Yoga. Ia menambahkan,penggunaan tindakan tembakan itu pun harus melalui prosedur yang benar seperti harus diawali dengan imbauan dan tembakan peringatan. Kalau cara tersebut tidak berhasil, penembakan dilakukan. ‘’Tembakan itu pun harus diarahkan pada bagian yang tidak mematikan. Kalau istilahnya, dilumpuhkan,” ucapnya kepada wartawan.
Dia lantas menuturkan,penyusunan protap ini sebelumnya melalui proses hearing dengan sejumlah lembaga seperti Kontras,Komnas HAM, dan Kompolnas. Dia juga menjamin protap tidak akan bertentangan dengan HAM karena merujuk pada sejumlah aturan universal tentang penanganan tindakan anarkistis dan HAM salah satunya Resolusi PBB. (teguh mahardika/adam prawira/sucipto)(SINDO)
Komentar
Posting Komentar