JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan bersama Human Rights Working Group meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar merespons gugatan Republik Maluku Selatan di Pengadilan Negeri Belanda.
Penyelidikan dapat dilakukan Komnas HAM atau kepolisian. Jika ada pelanggaran HAM, maka mekanisme pengadilan harus ditempuh.
-- Haris Azhar
Kemudian, jika ada fakta dan bukti adanya pelanggaran HAM dalam kasus dugaan penyiksaan aktivis RMS setelah investigasi, maka Kontras dan Human Rights Working Group (HRWG) meminta pengadilan Indonesia menindak pelaku pelanggaran HAM dalam kasus itu. Jika tidak, maka terbuka kemungkinan bagi warga negara lain untuk melakukan gugatan hukum atas peristiwa penyiksaan di Indonesia, mengingat penyiksaan merupakan kejahatan serius yang mewajibkan semua otoritas hukum di muka bumi menghukum pelakunya.
"Seperti dalam kasus Timur Leste, Serious Crime Unit mengeluarkan surat permohonan penangkapan Wiranto, 19 Maret 2004 atau proses Balibo 1975," kata Haris. Gugatan atas pelanggaran HAM, khususnya penyiksaan aktivis RMS yang dilayangkan RMS, merupakan tindakan yang harus dihormati Pemerintah Indonesia dan Belanda.
Menurut Haris, gugatan tersebut merupakan akibat dari pembiaran praktik kekerasan oleh pemerintah selama ini. "Harusnya tidak ada intervensi apa pun dalam pengadilan tersebut," tambahnya. Dengan demikian, sangat disayangkan jika kunjungan kenegaraan SBY ke Belanda batal karena khawatir akan upaya hukum RMS. Seharusnya, menurut Kontras dan HRWG, Presiden menyikapi proses hukum tersebut dengan tindakan hukum lainnya yang wajar, seperti menunjuk pengacara untuk mengikuti proses hukum yang sudah dimulai di Den Haag.
Komentar
Posting Komentar